Pigeon Chess

Sudah lama saya tidak menulis artikel di blog ini, tugas kuliah dan berbagai kegiatan telah menyita waktu luang saya. Berhubung sekarang lagi sedikit renggang dan keinginan saya untuk menulis semakin meluap-luap, maka saya sempatkan untuk menulis sebuah artikel ringan sembari membaringkan badan dikasur kos-kosan yang sudah 3 malam tidak "kutiduri". Melalui judul artikel, mungkin teman-teman sudah mengetahui topik apa yang ingin saya tulis pada dini hari ini. Yap, kali ini saya akan menulis tentang Pigeon Chess. Selamat membaca !!!

(Sebelumnya saya ingin minta maaf kepada teman-teman jika nanti, setelah artikel ini diunggah, ada sedikit masalah dalam format penulisan artikel atau hal lain yang tidak seperti biasanya, hal ini disebabkan oleh proses penulisan artikel yang dilakukan melalui gawai dikarenakan laptop saya telah hilang dicuri 2 hari lalu.)

Mungkin sebagian dari teman-teman yang membaca artikel ini sudah mengetahui apa itu Pigeon Chess. Tapi, saya akan menjelaskan untuk teman-teman yang belum mengetahuinya, sehingga kita semua bisa mengetahui apa itu Pigeon Chess.

Kata Pigeon Chess pertama kali muncul disitus Amazon.com dalam sebuah komentar review dari Scott D. Weitzenhoffer terhadap sebuah buku berjudul "Evolution vs Creationism: An Introduction" karya Eugenie Scott.

"Debating creationists on the topic of evolution is rather like trying to play chess with a pigeon — it knocks the pieces over, craps on the board, and flies back to its flock to claim victory.„

Dalam komentarnya, Scott Weitzenhoffer menyatakan bahwa berdebat dengan seorang Creationists ibarat berdebat dengan seekor burung merpati, seekor merpati tidak akan pernah tahu cara untuk bermain, yang ia bisa hanya mengacak-acak papan catur, merusak alur permainan, dan berlagak seakan-akan ialah pemenangnya. Seiring waktu, kata ini memiliki perluasan makna dan dapat digunakan kapan saja untuk mendeskripsikan sebuah kondisi didalam perdebatan dimana lawan debat anda bersikap agresif dan berusaha membantah argumen anda yang valid, tersusun rapi dan terarah dengan bantahan berupa argumen yang lemah, tidak terarah dan penuh kecacatan logika yang kemudian disusul oleh perilaku seolah-olah ia telah memenangkan debat dan berlagak seakan-akan telah menjatuhkan argumen anda.

Kondisi seperti ini seringkali saya hadapi ketika berdebat dengan seorang yang bodoh dan arogan. Dari mulut mereka hanyalah teriakan, cacian, sumpah serapah, dan argumen yang kosong. (FYI, kondisi seperti ini sering saya hadapi ketika berdebat dengan para theist. Hehehe. 😉😙)



Lalu, apa yang harus teman-teman lakukan ketika menghadapi situasi dan kondisi seperti ini ? Yang paling pertama perlu diperhatikan adalah, teman-teman tidak mau untuk terlihat bodoh juga, jangan terpancing emosi, bersikaplah santai dan coba nikmati kejadian tersebut sebagai lelucon, sehingga apa yang keluar dari mulut kawan-kawan tidaklah seperti mereka. Kemudian tetap balas argumen mereka dengan argumen yang tersusun rapi, valid, terarah dan jangan sampai teman-teman melakukan Logical Fallacies. Dan yang terakhir, segera akhiri perdebatan ketika kondisi sudah tidak kondusif seperti argumen lawan yang sudah ngalor-ngidul, atau bahkan mereka sudah mulai mengancam teman-teman, nyawa teman-teman lebih penting daripada berdebat dengan seekor merpati bodoh. Xixixi.


Regards NonBeliever

Komentar

Postingan Populer