Sifat Tuhan dan Problematikanya

Sudah lama rasanya saya tidak aktif menulis di blog ini. Ditengah masa pandemi ini banyak hal yang membuat saya stres dan akhirnya menurunkan mood untuk menulis, mengumpulkan mood untuk kembali menulis bukanlah hal yang mudah.

Tapi akhirnya saya berhasil mengumpulkan niat saya dan mencoba untuk menulis kembali. Topik siang kali ini sebenarnya sudah cukup sering dibahas dalam berbagai diskusi filsafat, tapi topik ini selalu menjadi topik menarik untuk dikaji dan dibahas ulang. Tak berlama-lama langsung saja kita bahas.

Tuhan merupakan salah satu entitas penting dalam berbagai macam agama di dunia ini, peranan Tuhan seakan tidak dapat dipisahkan dari agama itu sendiri. Tuhan bagaikan pilar dari sebuah agama, ketika ia diruntuhkan maka runtuhlah pula agama tersebut.

Peranan Tuhan semakin menguat ketika kita membahas entitas Tuhan yang esa dalam agama samawi. Tuhan dalam agama samawi dikenal dengan 3 sifat utama yang tidak dapat dipisahkan darinya, 3 sifat tersebut adalah :
  • Omnipotent : Maha Kuasa
  • Omniscient : Maha Tahu
  • All willing : Maha berkehendak
3 sifat tersebut tampak normal-normal saja ketika disifatkan kepada entitas bernama Tuhan, namun sebenarnya 3 sifat tersebut memiliki problematika, problematika tersebut disebut sebagai Problem of Evil.

Problems of Evil diperkenalkan oleh seorang filsuf Yunani bernama Epicurus yang mana disertakan didalamnya beberapa poin argumen beserta premis dan konklusi nya, beberapa poin argumen tersebut adalah :
  1. Jika Tuhan ada, maka Tuhan bersifat Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan memiliki nilai moral yang sempurna.
  2. Jika Tuhan bersifat Maha Kuasa, maka ia memiliki kemampuan untuk menghapuskan segala kejahatan didunia.
  3. Jika Tuhan bersifat Maha Tahu, maka ia Tahu kapan kejahatan itu muncul.
  4. Jika Tuhan memiliki nilai-nilai moral yang sempurna, maka ia seharusnya memiliki kehendak untuk menghapuskan kejahatan.
  5. Kejahatan itu ada.
  6. Jika kejahatan itu ada dan Tuhan juga ada, maka ia tidak mampu untuk menghapuskan kejahatan atau ia tidak tahu kapan kejahatan itu muncul atau ia tidak memiliki kehendak untuk melenyapkan kejahatan di atas muka bumi.
  7. Maka dari itu Tuhan tidak ada.

Dari argumen diatas, kita mengetahui bahwa 3 sifat Tuhan yang saya sebutkan sebelumnya memiliki problematika ketika diletakkan dalam satu entitas Tuhan yang tunggal dan dengan adanya kenyataan bahwasanya evil exist !!

Tapi perlu kawan-kawan ketahui, 3 sifat diatas sebenarnya sudah memiliki problematikanya meskipun tidak dikaitkan dengan problem of evil. Tidak percaya ? Mari kita bahas satu persatu.

Sebagai seorang ex-Muslim, saya akan membahas dari sudut pandang Islam. Oke, yang pertama adalah Maha Kuasa.

Sifat Ke-mahakuasa-an Allah menurut muslim sudah menjadi sebuah keharusan, karena ialah yang menciptakan alam semesta, jika Allah tidak Maha Kuasa maka ia bukanlah Tuhan. Tapi, apakah benar Allah bersifat Maha Kuasa ? Sejauh mana sifat tersebut melekat padanya ?

Al-Quran, sebuah kitab suci yang katanya sebagai petunjuk umat manusia. Sebuah kitab yang katanya sempurna dan menyempurnakan kitab-kitab pendahulunya, dan konon ia juga hadir sebagai pembenar dan meluruskan kitab-kitab sebelumnya yang lagi-lagi katanya sudah diubah-ubah oleh umat Yahudi dan Nasrani.

Ketika dihadapkan dengan beberapa klaim diatas mungkin kita menganggap hal tersebut biasa-biasa saja dan tidak ada yang aneh dari klaim tersebut. Tapi coba kawan-kawan berpikir kembali, siapakah yang menurunkan Al-Quran ? Bagaimana mungkin, sebuah entitas yang Maha Tinggi dan sempurna menurunkan beberapa kitab yang kemudian ia revisi sendiri ? Apakah nilai-nilai moralnya berubah seiring waktu ? Apakah pengetahuan yang dimiliknya tidak sempurna dan sampai membuatnya harus menurunkan versi revisi ? Apakah ia tidak Maha Kuasa untuk menciptakan versi sempurna yang ia turunkan sedari awal dan menjaganya dari perubahan-perubahan ? Lalu, dimanakah letak Ke-mahakuasa-an nya ?

Kita lanjut ke sifatnya yang kedua, Maha Mengetahui.

Sebagaimana telah disebutkan dalam AlQuran surat Al Mulk ayat 2 bahwasanya manusia diuji agar Allah mengetahui siapakah diantara manusia ini yang paling baik amal perbuatannya.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."

Wajarkah hal tersebut ? Mungkin jika kita mengikuti sebuah Ujian Semester hal tersebut sangatlah wajar. Dosen atau guru memberikan ujian kepada kita agar dosen atau guru dapat mengetahui, menilai dan mengevaluasi sejauh mana mahasiswa atau muridnya dapat menerima mata kuliah atau pelajaran yang telah disampaikan, sehingga dosen atau guru tersebut dapat memberikan nilai kepada mahasiswa atau muridnya. Namun, sebagai entitas yang Maha Mengetahui hal tersebut sangatlah aneh dan tidak wajar. Lantas dimanakah poinnya ? Apa tujuan dan dasar Allah yang Maha Mengetahui memberikan ujian kepada manusia ? Bukankah tanpa menguji manusia pun ia akan tahu hasilnya ?

Kita masuk ke pembahasan terkait sifatnya yang ketiga sekaligus menjadi sifat terakhir dalam pembahasan kali ini, Maha Berkehendak.

Allah dikatakan sebagai entitas sempurna, yang tidak terikat oleh ruang dan waktu, dialah yang memiliki segalanya, raja diatas raja, yang berkuasa atas segala sesuatu.

Dalam diskusi-diskusi filsafat sering disebutkan bahwasanya kehendak itu ada dan muncul karena dalam diri manusia terdapat rasa kurang dan rasa ingin memiliki sesuatu, kehendak atau keinginan tidak akan muncul ketika manusia sudah memiliki segalanya. Keserakahan juga akan memicu munculnya sebuah kehendak, oleh karena itu kehendak disebut sebagai variabel yang bersifat lahiriah.

Mungkinkah entitas Tuhan yang katanya berada diatas segala sesuatu, tidak terikat oleh ruang dan waktu, yang disebut sebagai raja dari segala raja dan berkuasa atas segala sesuatu memiliki kehendak ? Kehendak seperti apa yang dimiliki Tuhan ? Dan apakah ia merupakan entitas yang rakus sehingga ia masih memiliki kehendak ketika ia telah memiliki segalanya ?

Jika Tuhan memang entitas yang suci dan  berada diatas segalanya (termasuk hal-hal lahiriah) bukankah malah akan mengkerdilkan status Kesuciannya ketika ia disebut sebagai entitas yang memiliki kehendak sedangkan kehendak merupakan variabel yang bersifat lahiriah dan condong pada keserakahan ?

Pembahasan mengenai 3 sifat Tuhan dan problematikanya yang saya paparkan diatas masih sangat mungkin dipertanyakan, dikembangkan dan didiskusikan kembali, pembahasan mengenai hal ini tak akan lekang dimakan waktu. 

Tuhan tidaklah sempurna dan tidak akan pernah bisa sempurna, Tuhan tumbuh bersama pemikiran manusia.


Regards
NonBeliever

Komentar

Postingan Populer